Strato
Letak : Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara dan Brebes
Tinggi
: 3432 mdpl
Posisi
Geografi : 7 0 - 14,30 0 LS dan 109 0 - 12,30 0 BT
Geomorfologi
Geomorfologi
G. Slamet dapat dibedakan menjadi dua bentuk bentang alam atau morfologi yang
sangat berbeda yaitu, dibagian barat memperlihatkan bentuk morfologi yang tidak
beraturan dengan relief kasar, sedangkan di bagian timur merupakan morfologi
kerucut vulkanik dengan bentuk lereng yang teratur. Pada kaki bagian timur G.
Slamet, sedikitnya dijumpai 20 kerucut sider.
Pola
aliran sungai umumnya mengikuti bentuk morfologi ini, di sebelah barat yang
mempunyai relief kasar dan morfologinya tidak teratur, membentuk pola aliran
sungai dendritk. Pada morfologi kerucut gunungapi membentuk pola aliran sungai
radial dengan memusat ke arah puncak.
Berdasarkan
bentuk bentang alam, dan tingkat erosinya, daerah G. Slamet dibagi menjadi
beberapa satuan morfologi, yaitu :
1. Satuan morfologi perbukitan tidak
teratur, menempati bagian barat dan baratdaya lembar peta, terdiri dari
punggungan yang tidak teratur dan beberapa puncak yang meruncing. Satuan
morfologi ini dibagi menjadi dua sub satuan morfologi, yaitu sub satuan
morfologi relief kasar dan relief halus.
a)
Sub satuan morfologi berelief kasar
dicirikan oleh lereng yang terjal dan lembah yang dalam disertai dengan puncak
meruncing. Sub satuan ini menempati bagian baratlaut dan selatan lembar peta,
puncak-puncaknya antara lain G. Cowet, G. Pendiara, G, Batur, G. Sembung dan
puncak lainnya. Satuan ini umumnya disusun oleh lava yang berkomposisi andesit,
sebagian ditutupi oleh endapan tefra dari G. Slamet tua dan G. Slamet muda.
b)
Sub satuan morfologi berelief halus,
menempati bagian tengah dari satuan morfologi perbukitan tidak teratur, terdiri
dari punggungan memanjang dengan puncak membulat serta lembah-lembah melebar.
Satuan ini disusun oleh endapan tefra dari G. Slamet, pada sayatan sungai
dijumpai singkapan lava dengan komposisi andesit.
2. Satuan morfologi kerucut
gunungapi, menempati bagian timur lembar peta dan merupakan tubuh G. Slamet itu
sendiri. Satuan morfologi ini dipisahkan menjadi empat sub satuan morfologi, yaitu
sub satuan morfologi puncak, tubuh, kaki dan kerucut sinder.
2.1.
Sub satuan morfologi puncak menempati daerah puncak G. Slamet mulai dari
ketinggian 2950 m dpl, terdiri dari lava dan endapan piroklastik. Pada bagian
puncak terdapat empat buah dinding kawah, dua diantaranya merupakan kawah yang
masih aktif saat ini, yaitu kawah III dan IV.
2.2.
Sub satuan morfologi tubuh menempati lereng sebelah utara, selatan, timur dan
sedikit di sebelah barat dengan lereng yang lebih landai. Satuan ini tersusun
dari lava dan piroklastik, semakin ke arah puncak piroklastiknya semakin tebal,
sedangkan pada torehan sungai dijumpai lava. Di bagian timur satuan ini
dijumpai kerucut - kerucut sinder yang jumlanya lebih dari 20 buah.
2.3.
Sub satuan morfologi kaki tersebar mengelilingi G. Slamet, terutama daerah
selatan dan sedikit utara, mempunyai lereng landai hampir datar dengan relief
halus, merupakan daerah persawahan dan perkebunan tebu. Daerah ini umumnya
ditutupi oleh bahan rombakan dari G. Slamet, berupa lahar di bagian selatan dan
tenggara, serta lava basalt di bagian utara.
2.4.
Sub satuan morfologi kerucut sinder, terdapat di lereng timur kerucut G.
Slamet. Kerucut sinder ini tersebar dalam radius 5 km, merupakan bukit-bukit
kecil berbentuk bukt terpancung yang dibangun oleh bahan - bahan lepas berupa
skorea dengan ukuran bom dan lapili. Bukit - bukit ini muncul secara
berkelompok atau sendiri, berbentuk bulat atau lonjong, dengan bekas lubang
letusan berbentuk lungkaran atau tapal kuda.
3. Satuan morfologi dataran,
menempati daerah sebelah utara bagian barat dan sebelah selatan lembar peta.
Daerah ini merupakan hamparan dataran yang umumnya dijadikan daerah pemukiman
dan dan pertanian yang subur. Satuan ini disusun olehj endapan hasil erosi dari
G. Slamet tua maupun muda dan batuan sedimen di sekitarnya.
Stratigrafi
Endapan
batuan hasil erupsi G. Slamet dari tua sampai muda semuanya berumur Kuarter,
menutupi batuan sedimen berumur Tersier. Sebaran hasil kegiatan G. Slamet
meliputi 5 Kabupaten dengan luas lebih kurang 1500 km2, yang terdiri dari
endapan piroklastik, lava, lahar, awan panas dan endapan permukaan berupa
aluvial dan fluvial.
Urutan
stratigrafi G. Slamet dari tua ke muda selengkapnya adalah sebagai berikut :
lava G. Cendana, lava G. Sembung, endapan aliran piroklastik batuapung Cikepuh,
lahar kali Logawa, lava G. Mingkrik, lava Kalipagu, lava G. Slamet 1, endapan
jatuhan pirolastik kerucut Angrun, lahar Bumijawa, endapan guguran Guci,
endapan jatuhan piroklastik G. Slamet 1, lava G. Slamet 2, endapan aliran
piroklastik G. Slamet 1, endapan jatuhan piroklastik kerucut Lompong, lahar
kali Banjaran, endapan fluviatil Purbalingga, lava G. Slamet 3, lava Lebaksiu,
aliran piroklastik G. Slamet 2, lahar kali Gung, endapan jatuhan prioklastik G.
Slamet tua, endapan jatuhan piroklastik G. Slamet 3 dan kubah lava.
Struktur
Geologi
Struktur
geologi yang berkembang di daerah G. Slamet dan sekitarnya, umumnya berupa
sesar normal yang banyak dijumpai pada kelompok Slamet Tua. Jejak-jejak sesar
di lapangan dijumpai berupa breksiasi, gores garis sesar, zona hancuran,
kelurusan bukit dan dan lembah, gawir yang lurus dan terjal serta kontak tajam
antara satuan batuan.
Berdasarkan
kriteria tersebut di atas, maka struktur geologi di daerah G. Slamet dapat
dibedakan menjadi 11 buah struktur sesar, yaitu sesar normal Jegjeg, sesar
normal Pengasinan, sesar normal Mengger, graben Guci, sesar normal Sijampang,
sesar normal Kalibuntu, sesar normal Gunungrataamba, sesar normal
Karanggondang, sesar normal Kubangan, sesar normal Kalipagu dan sesar normal
Ganting.
Pandangan
umum pendakian
|
||||
Gunung Slamet adalah gunung tertinggi (3432 M) di Jawa
Tengah, disamping terkenal karena ketinggiannya, gunung yang terletak di
sebelah utara kota Purwokerto dan sebelah barat kota Purbalingga ini juga
mempunyai beberapa sumber air panas yang salah satunya adalah tempat rekreasi
Baturaden (purwokerto).
ada beberapa rute pendakian yang dapat ditempuh
diantaranya :
a)
Blambangan
(punggung timur)
b)
Baturaden
(punggung selatan)
c) Kaliwadas (punggung barat)
Dari beberapa rute
pendakian yang ada, blambangan adalah rute yang paling banyak ditempuh oleh
para pendaki, disamping karena jalur pendakian yang cukup aman, panorama yang
ada sangat lengkap, dari pemandangan alam yang membentang ke timur sampai
daerah Banjarnegara, juga banyaknya kera liar yang dapat ditemui dalam
perjalanan menuju ke puncak slamet. Hanya waktu yang diperlukan untuk dapat
mencapai puncak tidak secepat jalur baturaden. Perjalanan dimulai dari kota
Purwokerto. Dari sini penulis menuju daerah yang dinamakan serayu (sebelah
utara bobotsari), dengan menggunakan bis yang menuju ke kota Pemalang, dengan
perjalanan sekitar 45 menit kami tiba di serayu dan melanjutkan perjalanan
menuju meratin. Hanya ada satu angkutan yang tersedia yaitu angkutan pedesaan
dengan kendaraan bak terbuka untuk dapat menuju meratin sebelum akhirnya
sampai ke Blambangan. Untuk sebagai catatan di gunung ini juga hampir tidak
ditemui mata air mengalir selama dalam perjalanan, jadi disarankan untuk
membawa air minum yang cukup untuk pendakian. Blambangan merupakan desa
terakhir dan merupakan pintu gerbang pendakian menuju puncak slamet dan di
sinilah para pendaki memeriksa kembali perlengkapannya. Setelah menyelesaikan
administrasinya di sini, pendakian menuju ke puncak Gunung Slamet dimulai.
Meskipun gunung ini paling tinggi tapi ketinggian itu tidak terlalu terasa
pada saat perjalanan, karena areal pendakian yang merupakan hutan yang masih
perawan seakan lupa bahwa sedang mendaki gunung tertinggi di Jawa Tengah.
Ditambah dengan bunyi binatang yang khas dan pemunculan kera yang jumlahnya
tidak sedikit membuat perjalanan semakin menarik. Untuk mencapai puncak
slamet dibutuhkan waktu antara 8 sampai 15 jam pada keadaan normal.
Hutan-hutan yang asri akan hilang ketika sampai di tempat yang dinamakan
Sanghyang Rangkah, dan berganti dengan semak-semak dan sesekali ditemui pohon
khas pendaki atau pohon eidelweis dan buah khas pendaki (arbei). Semak -
semak yang asri juga akan tiba-tiba menghilang tanpa bekas ketika sampai di
Pelawangan (lawang = pintu) atau pintu menuju ke puncak slamet. Perjalanan
akan semakin menarik sekaligus juga berbahaya ketika kita melalui pelawangan
ini. Disamping hanya pasir dan batu dan sudut pendakian yang semakin membesar
bahkan sekilas seperti mendaki tebing, di daerah ini sangat rawan kecelakaan
karena di kanan kiri hanya ada jurang dan tidak ada satupun pohon untuk
pegangan. Maka disarankan untuk para pemula agar ekstra hati-hati dalam
mendaki daerah ini, bahkan untuk keadaan tertentu sebaiknya sambil merayap,
karena pijakan kita bisa tiba-tiba longsor, karena medan yang dilalui adalah
jalan berpasir dan sangat rentan untuk longsor, di daerah ini juga
kadang-kadang terjadi badai gunung dan bahayanya menjadi berlipat jika badai
gunung datang, oleh karena itu disarankan pula mendaki daerah ini pada saat
pagi hari. Dengan dilaluinya daerah pelawangan ini maka pendaki akan
menemukan dataran yang tidak begitu besar dan disana tidak ada lagi daerah
yang lebih tinggi atau dengan kata lain pendaki telah sampai ke puncak
slamet. Sebuah perasaan bangga sekaligus haru ketika penulis berada di puncak
tertinggi di Jawa Tengah selama sekitar 15 menit. Sebuah pemandangan yang
sulit dibayangkan terbentang disekeliling pandangan mata penulis. Mulai dari
bibir kawah yang masih sangat aktif sampai puncak Gunung Suumbing yang
letaknya sekitar 100 km arah timur Gunung Slamet terlihat dengan jelas dan
betapa indahnya ciptaan Tuhan. Dan satu hikmah yang penulis dapatkan bahwa
ternyata manusia sangat kecil dihadapan Yang Maha Kuasa.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar